Halaman

Senin, 19 Maret 2012


SIKAP POLITIK
LAWAN KENAIKAN HARGA BBM!
 
Salam _Pembebasan Nasional !  Salam Persatuan Perjuangan !
 
1 April 2012 adalah hari "bahagia" yang ditunggu-tunggu oleh pemerintahan penganut paham neoliberal  SBY-Budiono, karena tepat di tanggal tersebut akan resmi dinaikannya harga BBM yang artinya adalah untuk kesekian kalinya pemerintahan yang kapitalistik ini mengeluarkan kebijakan yang menindas dan pastinya untuk menyengsarakan rakyat. 

Pemerintah beralasan menaikkan  BBM karena selama ini subsidi BBM lebih banyak dirasakan oleh kaum menengah keatas. Subsisdi yang katanya salah sasaran itu akan dihapus dan akan  dilokasikan ke rakyat miskin, salah satunya melalui program bantuan langsung tunai (BLT). Alasan lainnya, pemerintah harus menaikkan harga BBM untuk menyeimbangkan harga minyak dunia yang naik hingga 125,71 USD per barel. Kenaikan ini dipicu oleh situasi perkembangan geopolitik di negara-negara Arab seperti Mesir, Libya, dan Iran. Kondisi krisis ekonomi di Eropa juga menjadi salah satu penyebab naiknya harga minya dunia tersebut.  Alasan yang dikemukakan pemerintah itu adalah suatu alasan yang dibuat-buat  untuk menutupi suatu kebijakan yaitu kebijakan Liberalisasi Energi yang merupakan bagian pelaksanaan agenda NEOLIBERAL di Indonesia.

Pemerintahan SBY-Budiono yang menganut Neoliberal itu telah dari awal memiliki agenda besar yaitu menghapuskan subsidi di sektor publik yang semuanya harus selesai di 2013 . Salah satunya yaitu  meliberalkan sektor energi . Dalam paham neoliberal pemberian subsidi di sektor publik adalah hal yang tabu dan harus dihapuskan. Dalam meliberalkan sektor energi langkah yang diambil adalah dengan diberikannya 25% ijin usaha untuk perusahaan asing (Total, Shell,Petronas) dan lokal (AKR Corporindo) dalam bisnis BBM. Oleh karenanya secara bertahap harga BBM dalam negeri akan disamakan dengan harga BBM internasional atau dengan kata lain akan diserahkan ke dalam mekanisme pasar yang artinya harga BBM itu ditentukan oleh besarnya keuntungan yang diingini oleh  perusahaan raksasa minyak dunia. Hal ini yang sebenarnya menjadi alasan kenapa harga BBM itu dinaikkan. Jadi BUKAN subsidi yang salah sasaran.

Pemerintahan borjuasi SBY-Budiono menilai tingginya  impor minyak yang dilakukan Indonesia mengakibatkan membengkaknya APBN terlebih ketika saat ini naiknya harga minyak dunia. Alasan impor tersebut karena produksi minyak nasional berkurangnya disebabkan  90% sumur minyak yang kita yang sudah berumur lebih dari 30 tahun. Sehingga produksi minyak nasional tidak memenuhi target. Bagi pemerintah pencabutan subsidi itu akan mengurangi beban APBN tersebut. Tetapi bila melihat  data dari Pusat Data ESDM tentang ekspor impor produksi minyak nasional dalam kurun waktu 2006-2011 menyatakan bahwa ekspor minyak nasional masih lebih tinggi dibandingkan impornya. Artinya beban impor minyak tersebut masih bisa dikonpensasi dari keuntungan ekspor, sehingga harga BBM tidak perlu dinaikkan. Tetapi pemerintahan SBY-Budiono sebagai penganut paham neoliberal tersebut tetap menaikan harga BBM dan melakukan pencabutan subsidi.  

Pemerintah penganut paham neoliberal ini pasti akan mengerahkan segala cara agar agenda pencabutan subsidi ini berjalan, hal ini terbukti dengan mengerahkan alat represifnya yaitu TNI dan Polisi dalam menghadang setiap gerakan masa rakyat yang menentang kenaikan harga BBM ini . Bersama partai borjuasi lain sebagai koalisinya yang tak lain adalah juga penganut paham neoliberal akan berusaha menyesatkan rakyat melalui media-media dan tempat umum kalau kenaikan BBM ini harus dilakukan. Pemerintah dan partai borjuasi koalisinya mengangap subsidi yang harusnya merupakan kewajiban Negara yang diberikan kepada rakyat untuk memastikan rakyatnya mendapatkan sumber energi yang murah menjadi hal yang memberatkan APBN. Bahkan sekarang secara bersama mendorong pandangan bahwa subsidi saat ini hanya bisa dirasakan oleh si miskin yang nantinya setelahnya subsidi akan dicabut seluruhnya. Bukankah kebijakan pemerintah penganut neoliberalisme ini dengan melepas kepemiikan sumber energi ke swasta/asing  penyebab kemiskinan tersebut? Bukankah pencabutan subsidi di sektor publik merupakan penyebab kemiskinan? Bagi PPI Jakarta apa yang dilakukan pemerintah dan partai borjuasi itu merupakan penghianatan besar bagi rakyat dan harus dilawan.

Sejatinya pemerintah  tidak perduli akan efek yang ditimbulkan dan dirasakan  rakyat  akibat kenaikan BBM ini karena menjalankan kebijakan neoliberal merupakan kewajiban pemerintah kepada kaum modal (si kapitalis). Harga kebutuhan yang melonjak sudah pasti akan dirasakan oleh rakyat. Selama ini pemerintah tidak pernah berkuasa untuk mengendalikan naikan harga-harga kebutuhan pokok  paska kenaikan BBM. Pemerintah juga tidak pernah bisa menjamin nasib kaum buruh dalam memenuhi kebutuhannya paska kenaikan BBM. Pemerintah juga tidak pernah bisa menjamin bahwa harga-harga pupuk tidak akan naik untuk petani. Pemerintah juga pernah tidak bisa menjamin bahwa nelayan akan tetap bisa melaut paska kenaikan BBM ini. Program BLT bagi rakyat miskin selalu menjadi salah satu alat ‘jualan’ pemerintah yang akan diberikan paska BBM naik walau sudah terbukti bahwa BLT itu merupakan program bodoh karena tidak pernah menjadi solusi bagi rakyat untuk keluar dari kemiskinannya. Dengan naikknya BBM rakyat akan semakin miskin. Oleh karenanya menghadapai ini PPI Jakarta menghimbau dan mendorong agar rakyat harus berhimpun bersama untuk mengadakan perlawanan-perlawanan untuk menghadang setiap program-program neoliberalisme yang sudah jelas-jelas akan menyengsarakan rakyat.

  1. Sikap  Persatuan Perjuangan Indonesia ,Jakarta sebagai kekuatan politik rakyat melihat kondisi ini adalah:  PPI Jakarta menyerukan kepada pemerintah untuk segera membatalkan rencana kenaikan harga BBM. Bahwa kenaikan BBM  ini bagian yang tidak terpisahkan dalam penerapan agenda neoliberalisme di Indonesia dan harus di LAWAN
  2. PII Jakarta menolak segala upaya pemerintah untuk meliberalisasikan sumber daya energi dan mendesak agar segera menasionalisasikan kembali seluruh sumber-sumber energi tersebut.
  3.  PPI Jakarta menolak pencabutan subsidi untuk semua sektor publik. Karena subsidi merupakan kewajiban Negara kepada seluruh rakyatnya.
  4.  PPI Jakarta mendukung sepenuhnya perlawanan yang dilakukan oleh gerakan rakyat dalam menentang agenda neoliberalisme di Indonesia. Dan itu menjadikannya musuh bersama bagi rakyat Indonesia adalah suatu keharusan.
  5. Kebijakan pemerintah dalam menaikan harga BBM ini membuktikan bahwa selama Indonesia dipimpin oleh kekuasaan yang kapitalistik atau menghamba dengan kepentingan kaum modal maka tidak akan ada keadilan dan kesejahteraan  bagi seluruh rakyat Indonesia.
 
 
Jayalah Sosialisme, Merdeka 100%!
 
Jakarta, 17 Maret 2012
Pimpinan Kolektif  PPI Jakarta, Sekretaris Kota
 
Arie Widodo

Minggu, 04 Maret 2012


Kesejahteraan Kaum buruh : Antara harapan dan kenyataan.
Setiap buruh/pekerja/karyawan memiliki hak hidup yang layak dan mendapatkan kesejahteraan. Demikianlah kiranya makna dan perintah UUD 1945. Dalam Undang-Undang No 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan dalam pasal 88 bahwa setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, pada pasal 99 bahwa setiap pekerja/buruh dan keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan social tenaga kerja. Selain itu hak mendapatkan penghidupan yang layak juga dipertegas dalam amanat UUD 1945 yang telah disuun oleh para pendiri bangsa ini.
Pada dasarnya dari sudut pandang manapun kita melihat tentang keharusan kesejahteraan, keadilan singkatnya kemanusiaan bahwa manusia yang satu sama dengan manusia yang lain dan buruh itu adalah seorang manusia, maka sudah sangat jelas semua pandangan itu selalu membenarkan bahwa setiap buruh/pekerjanya berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak karenanya buruh bukanlah sebuah robot, bukan juga barang komoditi yang bisa diperjualbelikan berdasarkan harga pasar.
Pandangan tersebut juga diperkuat sebagaimana yang termaktub dalam UUD 1945 yang mengamanatkan setiap para penguasa memberikan kesejahteraan bagi rakyatnya termasuk buruh dan itu bersifat wajib tanpa harus diminta. Pertanyaannya kemudian adalah apakah kesejahteraan atau hidup yang layak itu sudah diberikan, sudah dinikmati oleh kaum buruh/pekerja itu sendiri???
Kenyataan atau fakta yang kita lihat, kita rasakan secara jelas bahwa kesejahteraan, hidup layak itu masih menjadi impian dari jutaan kaum buruh yang hampir bisa dibilang kebayakan hidupnya dicurahkan untuk bekerja dan memberikan hasil kerja yang menguntungkan bagi para pemilik perusahaan alias secara terus enerus memperkaya para pengusaha. Sementara kaum buruh/pekerja/karyawan itu sendiri masih mendapatkan hidup paling minimalis dari kompensasi seperti gaji/upah yang hanya mampu sekedar bertahan hidup, sehingga buruh bisa kembali bekerja keesokan harinya.
Situasi tersebut terjadi di mana-mana tidak saja di bekasi tapi secara nasioanal, mneyangkal ini berarti menyangkal fakta dan membenarkan pandangan para penguasa, pengusaha yang selalu berkata bahwa buruh/pekerja/karyawan sudah diberikan kesejahteraan (hak itupun harus diperjuangkan dulu). Padahal hak yang diberikan oleh ara pengusaha masih sangat jauh dari kategori dari kesejahteraan dan dari hasil yang sudah dihasilkan bagi perusahaan.
Padahal dalam Undang-Undang ketenagakerjaan, peraturan menteri, keputusan menteri, UU tentang jamsostek dan aturan-aturan lainnya sudah jelas terdapat beberapa hak-hak normative yang seharusnya diberikan tanpa harus diminta, beberapa diantaranya; pemberian upah sesuai dengan aturan (paling rendah sesuai dengan ketetepan UMK), hak pesangon (jika ter-PHK), melibatkan semua buruh/pekerja dalam program jamsostek, K3, terdapat skala penyusaian upah,  hak lembur, THR, Bonus, kebebasan berseriakt, tunjangan, cuti tahunan, cuti panjang dan lain sebagainya. Walaupun memang semua itu masih minimalis alias masih rendah dan beberapa persoalan di dalam UUK 13/2003 yang bertentangan dengan kepentingan klas buruh/pekerja seperti disahkannya praktik kerja kontrak&outsourcing yang hakikatnya akan mengkerdilkan hak-hak buruh sebagai manusia seperti tidak adanya kepastian status kerja, tidak adanya  kepastian masa depan singkatnya tidak mampu memberikan keadilan dan kesejahteraan klas buruh.
Adanya hak-hak normative buruh dalam berbagai peraturan sebagai bentuk sedikit perlindungan hidup klas buruh menjadi patut dipertanyakan apakah hak-hak tersebut sudah diberikan dan kita nikmati atau hak-hak tersebut masih sebatas kata-kata indah yang tertulis dalam aturan?? Jawaban atas pertanyaan tersebut temen-temen buruhlah yang lebih tahu.

Bagi kami semua hak-hak tersebut masih belum sepenuh dapat diberikan oleh penguasa/pemerintah dan juga oleh para pengusaha. Bahwa beberapa hak-hak kami yang sudah kami dapat itupun lewat perjuangan terus menerus artinya semua hak-hak normatif  yang ada dalam aturan-aturan perundang-undangan tidak secara otomatis diberikan oleh para pengusaha kecuali dituntut oleh klas buruh itu sendiri. Dan setiap tuntutan-tuntutan atas kesejahteraan seperti besaran Upah, program jamsostek, Lembur, Cuti/istrahat dan lain sebagainya hanya bisa dituntut/diperjuangkan secara bersama lewat alat bersama yang disebut dengan Serikat Buruh/pekerja.

Mari Berserikat
Serikat secara umum dapat diartikan sebuah perkumpulan terdiri dari beberapa orang yang memiliki tujuan dan cita-cita bersama. Menurut Undang-Undang No 21 tahun 2000 tentang serikat buruh/pekerja mendefinisikan bahwa serikat buruh/pekerja dalah sebuah organisasi yang dibentuk dari, oleh dan untuk pekerja/buruh baik di dalam perusahaan maupun diluar perusahaan yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis dan bertanggungjawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.

Dari pengertian di atas Pertama; serikat merupakan sebuah wadah/alat perjuangan untuk mencapai tujuan bersama, kedua; serikat dibentuk dari, oleh dan untuk buruh/pekerja itu sendiri bukan alat/wadah individu untuk keperluan individu, apalagi untuk kepentingan elit-elit politik yang berkepentingan meraih suara untuk kekuasaan. Maka sudah jelas berserikat sesungguhnya bukanlah sebuah ancaman, bukan pula sebuah alat yang mendatangkan kerugian bagi buruh/pekerja, tapi sebaliknya serikat akan semakin mendekatkan kita pada kesejahteraan bersama-dimana semua hak-hak kita terpenuhi baik hak ekonomi, social, politik dan budaya.

Benar, bahwa berserikat sering kali kita dihalang-halangi oleh pengusaha bahkan diintimidasi dalam berbagai bentuk baik langsung maupun tidak langsung, hal tersebut terjadi karena sesungguhnya setiap pengusaha tidak pernah menginginkan buruh/pekerjanya berserikat. Kenapa demikian, pertama; setiap buruh/pekerja terlibat aktif dalam serikat maka dengan itu pula klas buruh/pekerja akan memahami banyak hal termasuk hak-hak yang semestinya didapat karena serikat sama halnya dengan sebuah sekolah. Kedua; dengan berserikat semua hak-hak yang belum diberikan ataupun yang sudah dirampas akan mampu diraih lewat perjuangan tuntutan secara bersama.

Terlepas dari berbagai ancaman dan berbagai tantangan dalam mendirikan serikat buruh/pekerja, sudah ditegaskan secara jelas dalam Undang-Undangan 21 tahun 2000 tentang serikat pekerja bahwa siapapun dilarang menghalang-halangi atau memaksa pekerja /buruh untuk membentuk atau tidak membentuk menjadi pengurus atau tidak menjadi pengurus, menjadi anggota atau tidak menjadi anggota dan/atau menjalankan atau tidak menjalankan kegiatan serikat pekerja/buruh. Artinya Negara lewat Undang-Undang sudah memberikan perlindungan yang pasti bagi siapapun yang mau berserikat. Maka sesungguhnya tidak ada alas an untuk setiap orang melarang/menghalang-halangi buruh/pekerja untuk membentuk serikat dan klas buruh tidak perlu takut dalam mendirikan seriakt karena klas buruh ada pada pihak yang benar.

Kesejahteraan klas buruh hanya akan selamanya menjadi sebuah impian jika tidak segera diperjuangkan bersama untuk menjadi kenyataan.

Hidup Buruh…!!!
Buruh Bersatu tak bisa dikalahkan…!!!

Contak person :
Ø  Aip Baena (02193381711) FPBJ PT. Taewon Indonesia
Ø  Kantsoe (081908617320)

Selasa, 28 Februari 2012


Upah dan Perjuangan Upah Gerakan Buruh
Selamat kepada seluruh kaum buruh yang berani melawan untuk mempertahankan hak-hanya, sebab sedikit apapun hak tersebut tetapi kita mendapatkannya dengan tenaga, keringat dan  kesungguhan maka jangan biarkan mereka merampas kembali hak tersebut dari kita dan keluarga kita. Dalam sejarah peradaban system kerja upahan (system kapitalisme) maka tidak ada pengusaha yang serta merta memberikan upah selayak-layaknya kepada kaum buruh sebagai imbalan kerja keras, kaum buruh bukan hanya di Bekasi dan Tangerang tetapi diseluruh wilayah nusantara bahkan diseluruh belahan dunia dimana system kapitalisme berkuasa harus mengerahkan kekuatannya untuk mendapatkan nilai upah selayak-layaknya bagi dirinya dan keluarga, berkali-kali aksi buruh harus dilakukan di wilayah-wilayah dalam proses penentuan upah ditingkat kota/kabupaten hal ini dilakukan agar Dewan pengupahan menetapkan upah yang layak dan manusiawi, meskipun sering sekali upaya perjuangan kita gagal mendapatkan hasil karena banyak sekali Dewan Pengupahan kota/kabupaten yang telah dikuasai oleh pemilik modal (Apindo) dan belum tumbuh suburnya kesadaran pada mayoritas buruh Indonesia bahwa Tidak ada hak buruh yang diberikan secara Cuma-Cuma oleh pengusaha dan penguasa, hak kaum buruh hanya bisa didapat melalui Persatuan Perjuangan Buruh.
Perjuangan massa buruh di Bekasi dan Tangerang yang menggunakan metoda perjuangan melampaui batas-batas yang ditentukan oleh penguasa adalah tindakan yang berani, cerdas dan benar! Sebab cara-cara perjuangan biasa-biasa seperti yang diinginan oleh pengusaha dan penguasa ternyata hanya menhasilkan kerugian kepada kaum buruh bahkan di kab Bekasi Apindo berulang kali melakukan pembohongan terhadap hasil perundingan, berharap pada keadilan hakim juga bukan solusi bagi buruh sebab peradilan kita sudah lama tajam menusuk ketubuh kaum buruh dan rakyat mayoritas tetapi tumpul kepada para pemilik modal dan penguasa. Bila dilihat hanya pada capaian mempertahankan nilai upah yang sudah ditetapkan maka kita dapat berpuas diri, tetapi apakah nilai upah tersebut sesungguhnya telah Layak dan manusiawi serta telah menjadikan buruh sebagai manusia seutuhnya?
Sesungguhnya bagi pengusaha, buruh adalah sama dengan komoditas lainnya seperti mesin-mesin, bahan baku, gedung dan alat produksi lainnya, tapi buruh adalah komoditas khusus yang mampu merubah keseluruhan komoditas barang mati tersebut menjadi komoditas baru (hasil produksi) yang menghasilkan keuntungan bagi pengusaha. Karena bagi mereka buruh adalah komoditas maka upah buruh bukan dihitung berdasarkan hasil kerja buruh selama berproduksi tetapi upah buruh cukup dihitung berdasarkan kebutuhan buruh untuk hidup secara minimal agar buruh tetap dapat hadir ditempat kerja dan melakukan kerja merubah komoditas mati menjadi komoditas yang menghasilkan nilai baru (keuntungan) bagi si pengusaha. UMK, UMSK, bahkan upah bagi pekerja 1 tahun keatas ditetapkan semata-mata agar buruh tetap hidup dan dapat melakukan kegiatan produksi dan reproduksi. 46 komponen yang menjadi standard Hidup layak Buruh pada PerMen Naker no 17 tahun 2005 jelas-jelas menunjukkan bahwa Penguasa menetapkan Buruh sebagai mahluk kelas bawah karena dengan upah berdasarkan 46 komponen tersebut maka buruh tidak akan mampu hidup secara layak fisik maupun mental, dan selama ini untuk mencapai kehidupan yang lebih baik maka kita kaum buruh harus menambahkan jam bekerja (lembur) yang berarti harus mengorbankan kesehatan tubuh, waktu untuk keluarga, waktu sosial, waktu berorganisasi, bahkan tidak sedikit kaum buruh yang akhirnya terjerat teror utang karena politik upah murah yang selama ini dijalankan oleh penguasa dan pengusaha. Jadi meskipun UMK kab Bekasi 110% KHL tidak berarti buruh bekasi akan hidup layak dan manusiawi, dan upah yang sudah sangat minim inilah yang coba dirampas kembali oleh para pengusaha itu, maka tindakan persatuan perjuangan buruh kab bekasi dan tangerang yang berani, militan dan cerdas adalah modal besar bagi buruh Indonesia untuk terus memperjuangkan hidup layak dan berkemanusiaan hingga penghisapan manusia atas manusia lenyap dari muka bumi.
Teror kepada klas buruh
Tindakan militan, berani dan cerdas yang dilakukan oleh kaum buruh ternyata membuat resah dan marah pengusaha dan penguasa dan serentak mereka melakukan teror kepada kaum buruh, Sofyan Wanandi (Apindo) meneror buruh soal akan berpindah (relokasi) para pengusaha di kab bekasi ke kota lain bahkan keluar Indonesia, Marzuki Ali (Ketua DPR) mengecam dan melarang buruh melakukan aksi seperti yang dilakukan buruh bekasi pada tanggal 27 januari 2012, kemudian Jenderal Polisi Timor Pradopo (KaPolri) mengancam akan menindak tegas bila buruh melakukan aksi menutup jalan lagi bahkan Mayjen TNI Waris (Pangdam Jaya) mengancam akan mengusir dan memukul buruh bila aksi menutup jalan, semua teror oleh pengusaha dan penguasa tersebut dilakukan karena bangkitnya keberanian kaum buruh dalam merebut dan mempertahankan hak-haknya.

Berharap bahwa penguasa (rezim SBY-Boediono maupun rezim sebelumnya, maupun penguasa kota/kabupaten dan propinsi) akan serta merta membela kaum buruh sesungguhnya adalah harapan yang naïf, system upah murah yang selama ini diberlakukan adalah akibat negeri ini dikuasai oleh penguasa yang menjadi antek kepentingan kaum modal, mereka menyediakan kekuasaannya untuk melayani kehendak kaum modal dalam meraup keuntungan sebanyak-banyaknya melalui kebijakan upah murah, liberalisasi pasar tenaga kerja (outsourcing dan kerja kontrak), kebebasan pembukaan pasar dan industry (liberalisasi modal), kebebasan menjual hasil produksi industri dan pertanian (liberalisasi pasar), rakyat dibiarkan bertarung sendiri dengan kekuasaan klas modal tetapi dalam pertarungan itu penguasa berharap tangan dan kaki rakyatnya dapat diikat melalui peraturan-peraturan hukum dan perangkat kekerasan negara, sehingga klas modal bebas menghisap, memukul bahkan membunuh rakyat (termasuk kaum buruh), Itulah negara dan pemerintahnya dibawah kekuasaan rezim modal Neoliberal.
Partai-partai politik yang seharusnya berlomba-lomba sebagai alat untuk memperjuangkan anggotanya (yaitu rakyat) nyata-nyata selama perjuangan upah kemaren hanya diam dan tidak melakukan pembelaan kepada kaum buruh, sesungguhnya partai-partai politik saat ini tidak ubahnya seperti Perseroan Terbatas (PT) dimana masing-masing partai sudah ada pemiliknya, sehingga anggota partai (rakyat) hanya sebagai pelengkap  administratif semata dan angka-angka saat Pemilu dilaksanakan, kehendak pemilik partai lah yang utama dibandingkan kehendak mayoritas anggota, para pemilik partai politik tersebut adalah mereka yang mempunyai modal besar dan menjadikan partai politik, kekuasaan di DPR, serta kekuasaan di istana sebagai alat untuk memperbesar kekuasaan modalnya. Itulah demokrasi dibawah kekuasaan rezim modal Neoliberal.
Alat-alat kekerasan negara
Polri yang telah dipisahkan dari TNI ternyata masih mewarisi perilaku sadis dan watak kekerasan, masih cukup segar dalam ingatan kita kejadian Mesuji, Bima dan terakhir adalah kejadian di Rokan hulu, melalui senjata-senjata yang dibeli dengan uang rakyat dan keahlian menembak yg didapat dari pendidikan yang dibiayai oleh rakyat mereka mengarahkan bahkan menembakkan senjatanya kepada rakyat yang berani berlawan kepada kaum modal, jadi pernyataan Kapolri adalah cermin posisi Polri sebagai pelindung kaum modal, dan hal yang sama juga dilakukan oleh TNI, tanpa tahu malu Pangdam Jaya Mayjen TNI Waris mengancam akan mengusir dan memukul buruh, dan pada banyak kejadian tentara bukan hanya mengancam tetapi telah melakukan kekerasan terhadap buruh yang berlawan, pembunuhan terhadap Marsinah tidak akan pernah kita lupakan. Meskipun undang-undang tentang TNI dan Polri telah dirubah tetapi watak kekerasan kepada rakyat yang berlawan tetap melekat pada institusinya, seharusnya moncong senjata TNI dan Polri diarahkan kepada kaum modal serta penguasa yang menjadi anteknya kaum modal karena merekalah yang telah nyata-nyata berhianat terhadap cinta-cita proklamasi Agustus 1945, bukan kepada rakyat yang berlawan, tetapi Itulah Polisi dan TNI dibawah kekuasaan rezim modal Neoliberal.
Persatuan dalam perbedaan, perbedaan dalam persatuan
Bila kita ingat kembali psikologis massa aksi yang terjadi pada perjuangan upah dimana semua buruh merasa sebagai saudara, saling sapa dan saling memberi semangat terjadi selama aksi dilakukan, sekat-sekat tempat kerja, jenis industri tempat kerja, bendera organisasi apalagi soal SARA hilang dan tidak lagi mampu menghalangi semangat persatuan perjuangan kaum buruh, situasi yg mirip bila kita membaca, mendengar atau menonton peristiwa revolusi kemerdekaan nasional 1945.
Meskipun semangat persatuan tampak jelas oleh seluruh kaum buruh yang berlawan tetapi tetap ada terlihat perbedaan-perbedaan, hal-hal yang sebenarnya tidak pokok dalam perjuangan buruh saat ini tetapi terkadang menjadi gangguan dalam membangun persatuan perjuangan yang lebih besar pada kaum buruh. Sejarah berlawan kaum buruh Indonesia memang pernah mengalami masa kegelapan, saat Rezim Orde baru-Soeharto memposisikan buruh sebagai ancaman nomor satu kekuasaannya sehingga organisasi buruh  diberangus bertahun-tahun, bahkan organisasi buruh resmi yang tetap ada menjadi ujung tombak untuk memberangus bibit berlawan yang ada pada kaum buruh saat itu. Saat kebebasan berorganisasi sudah kita dapatkan maka menentukan pokok perjuangan buruh dan   cara memperjuangkannya sering sekali menjadi persoalan dalam membangun persatuan kaum buruh, serikat buruh harusnya menjadi sekolah terbaik kaum buruh untuk mendidik buruh paham hak-haknya, berani memperjuangkannya serta mencetak ribuan kader rakyat yang akan memimpin perjuangan pembebasan rakyat Indonesia dari penjajahan kaum modal, jangan soal bendera, nama organisasi, apalagi sekedar kepentingan segelintir orang membuat persatuan perjuangan kaum buruh Indonesia menjadi terhambat dan terhancurkan, Bangkitlah Persatuan Perjuangan Buruh Indonesia!
Persatuan perjuangan buruh Indonesia
Persoalan politik upah murah telah disadari menjadi persoalan rakyat Indonesia saat ini, Persoalan Outsourcing dan system kerja kontrak juga sudah disadari akan mengakibatkan buruh tidak memiliki kepastian hidup dan masa depan, soal kebebasan berorganisasi juga sudah disadari saat ini, tetapi persoalan buruh Indonesia bukan hanya itu saat ini, liberalisasi ekonomi yang berakibat dicabutnya tanggung jawab negara dalam menyediakan barang kehidupan yang terjangkau dan layak (subsidi) juga menjadi persoalan buruh karena kualitas upah buruh akan semakin berkurang seiring dengan semakin mahalnya barang-barang pokok, liberalisasi pasar bagi produksi luar negeri yang berakibat membanjir nya barang-barang produksi luar negeri dan berakibat hancurnya kemampuan produksi para petani dan hancurnya industri-industri dalam negeri juga menjadi persoalan buruh sebab akan semakin banyaknya tenaga produktif yang tidak bekerja (pengangguran) yang berakibat semakin rendahnya posisi tawar kaum buruh dihadapan kaum pemodal, persoalan demokrasi yang dikuasai oleh kekuatan uang juga menjadi persoalan kaum buruh, sebab seluruh kebijakan yang dihasilkan hanya akan menguntungkan kaum modal, sedangkan rakyat yang berlawan akan dihadapkan dengan alat-alat kekerasan negara uang ini. banyak lagi persoalan-persoalan lainnya yang selama ini seakan-akan bukan menjadi  tugas perjuangan gerakan buruh, buruh adalah rakyat yang hidupnya secara bersamaan menjadi komoditas dipabrik serta menjadi rakyat terhisap diluar pabrik, sudah menjadi tugas sejarah kaum buruh untuk memimpin perjuangan rakyat mayoritas yang terus berlawan pada kerakusan kaum modal tanpa pernah melupakan perjuangan ditempat kerja.

Tugas sejarah yang besar dan mulia tersebut tidak akan mungkin dapat dilakukan bila kekuatan kaum buruh terus berserak dan terpecah-pecah ditengah-tengah kita melihat persatuan yang ditunjukkan oleh sesama kaum modal serta persatuan kaum modal dan penguasa. Keinsafan kita tentang pentingnya persatuan kaum buruh menjadi modal besar untuk kita memimpin persatuan perjuangan rakyat dengan rakyat tani, rakyat nelayan, mahasiswa, dan rakyat miskin diperkotaan. Hanya dengan persatuan perjuangan rakyat yang terpimpin dan terdidiklah tugas sejarah pembebasan dunia dari penghisapan manusia terhadap manusia dapat kita menangkan, bukan dengan berharap pada kebaikan elit politik di DPR maupun istana.